Wisata
Nagari Pariangan, Terindah Di Muka Bumi

RexNewsPlus
Hamparan sawah berjenjang menenteramkan batin wisatawan
BATUSANGKAR, TINGKAP.CO - Pesona Nagari (Desa) Pariangan yang membuatnya disebut desa terindah di dunia bukan hanya terletak pada keindahan alam semata, tetapi juga pada nilai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Desa berhawa sejuk di ketinggian 700 meter dari permukaan laut ini merupakan contoh nan kaffah dan luar biasa bagaimana sebuah komunitas dapat hidup selaras dengan alam dan budaya mereka, menjaga tradisi dan kearifan lokal, serta menciptakan suasana yang tenang dan damai bagi siapa saja yang mengunjunginya.
Bagi siapa pun yang mencari kedamaian, keindahan alam yang luar biasa, serta pengalaman budaya yang autentik, Nagari Pariangan adalah destinasi yang sangat direkomendasikan.
Di sini, anda tidak hanya akan menikmati keindahan alam, tetapi juga akan merasakan bagaimana kehidupan yang sederhana dan penuh makna bisa membawa kedamaian bagi siapa saja yang mengunjunginya.
Dilansir dari Indonesia.go.id, desa yang tenteram dan damai ini terletak di Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ini terletak di kaki Bukit Barisan, di tengah-tengah lembah yang dikelilingi oleh hamparan sawah yang menghijau dan perbukitan yang tertutup kabut pada pagi hari. Desa ini menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan, dengan udara yang sejuk dan segar, serta suasana yang damai.
Wisatawan juga dapat belajar tentang adat serta budaya Minangkabau (Antara)
Nagari Pariangan atau Nagari Tuo Pariangan merupakan desa paling tua yang menjadi cikal bakal rakyat Minangkabau. Kata masyarakat sekitar, leluhur Minang pada dahulu kala berasal dari Gunung Marapi.
Dahulu, puncak Gunung Marapi masih berupa sebuah daratan, lalu daerah sekitarnya adalah perairan. Ketika air mulai surut, masyarakat membangun perkampungan di wilayah gunung.
Dari Nagari Pariangan, pengunjung bisa melihat panorama indah Gunung Merapi dan Gunung Singgalang yang menjulang tinggi di kejauhan, menambah pesona desa ini.
Lembah-lembah yang ada di sekitar Nagari Pariangan menyuguhkan pemandangan sawah bertingkat yang membuat seolah landscape limpahan surgawiyah di desa ini akan membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati suasananya.
Sawah-sawah ini dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat dengan menggunakan sistem irigasi alami yang sudah turun-temurun. Hasilnya adalah pemandangan yang sangat menyejukkan mata, terutama saat musim panen.
Limpahan syurgawi di ranah Minangkabau (Instagram/Zikra arahman)
Nagari Pariangan juga menjadi cikal bakal lahirnya sistem pemerintahan khas masyarakat Minangkabau yang populer dengan sebutan Nagari. Menurut sejumlah pengamat, sistem pemerintahan Nagari sebelum 1980 sangat mirip dengan konsep polis pada masyarakat Yunan kuno yang lebih otonom dan egaliter.
Pada saat itu sebutan yang dipakai bukanlah desa, melainkan nagari, maka jadilah Nagari Pariangan. Pada 1981 terbit undang-undang perubahan sistem pemerintahan di tingkat bawah yang membuat pemerintahan nagari diganti menjadi sistem pemerintahan desa yang berkembang pada masyarakat Jawa. Hal ini membuat masyarakat Pariangan seperti kehilangan kemandirian dan semangat egalitarianisme yang sejak lama dipraktekkan.
Setelah menjadi desa selama 19 tahun, akhirnya muncul undang-undang tentang otonomi daerah pada 1999. Undang-undang tersebut memberi peluang bagi daerah untuk mengembangkan nagiri atau desanya secara mandiri.
Hal tersebut dimanfaatkan Pariangan untuk mengembalikan sistem pemerintahan mereka menjadi nagari kembali. Ciri khas sistem pemerintahan inilah yang kemudian dipakai oleh Sumatra Barat, hingga kini.
Menurut etimologi, kata ‘nagari’ berasal dari Bahasa Sanskerta ‘nagarom’ yang berarti ‘tanah air’ atau ‘tanah kelahiran’. Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan adat istiadat yang dipercayai dan dihormati di Sumatra Barat.
Struktur pemerintahan dan pemukiman antara nagari dan desa memiliki perbedaan yang sangat jauh. Struktur pemerintahan nagari terbentuk dari integrasi dari daerah-daerah kultura.
Dalam pemerintahan nagari terdapat seorang kepala nagari sebagai orang yang disegani. Kepala nagari atau wali nagari dipilih secara kolektif oleh penduduk nagari berdasarkan keberhasilannya dalam menata penduduknya.
Ninik mamak (lembaga adat) yang terpilih merupakan orang yang benar-benar dipercaya penduduk untuk membangun suatu nagari. Berbeda dengan nagari, kepala desa ditunjuk langsung oleh masyarakat yang menetap pada suatu wilayah, dan berdasarkan kesepakatan bersama yang dilahirkan dari hasil perdebatan suatu kelompok.
Perbedaan lain terdapat di pembagian wilayah atau tata ruang yang jelas dan diatur oleh hukum adat. Penduduk nagari telah membagi wilayah-wilayah sesuai dengan fungsinya, seperti daerah pemukiman penduduk, lahan pertanian, hingga tempat ibadah mereka. Wilayah yang telah terbagi juga memiliki aturan tentang hak guna dan hak pakai berdasarkan adat.
Sedangkan desa tidak memiliki pembagian wilayah yang tetap. Mekanisme dari wilayah desa tergantung dari pemilik tanah, yang mana pemilik tanah memiliki otoritas tertinggi dalam mengatur wilayahnya dan menata desa. Hal tersebut membuat pemilik tanah dapat saja melakukan politisasi terhadap wilayah atau penduduk yang berada di sebuah desa.
Semnua potret kearifan lokal ini ada di originalitas Pariangan, sehingga disorot banyak media pariwisata dari berbagai negara sebagai desa terindah di muka bumi.
Pewarta: Domas Hani
Penyunting: Alfen Hoesin
©2025 tingkap.co